Kominfo Ancam Blokir Platform Digital Besar Hingga Persoalan Kebijakan Privasi Pengguna
Reporter Nura Inayatus Sa’adah; Editor Belva Carolina

Wacana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang akan memblokir beberapa platform digital seperti Google, Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, Netflix, dan aplikasi lainnya menjadi perbincangan panas di media sosial. Akibat platform tersebut belum adanya pendaftaran resmi dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkungan Privat ke Kominfo.
Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
Pada (22/6) lalu, Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi mengimbau para penyelenggara sistem elektronik yang beroperasi di Indonesia untuk segera mendaftarkan diri ke sistem Kominfo.
“Batas waktu pendaftaran PSE Lingkup Privat, baik domestik maupun asing, melalui sistem online single submission-risk based approach (OSS-RBA) akan berakhir pada 20 Juli 2022,” ujar Dedy dalam live streaming konferensi pers pada akun YouTube resmi Kemkominfo TV.
Apabila Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkungan Privat belum juga mendaftarkan diri lewat dari batas yang ditentukan, maka akan dilakukan pemutusan akses platform atau situs milik PSE Lingkup Privat tersebut. Hal ini didasari dua aturan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Apakah PSE yang Tidak Terdaftar Akan Langsung Diblokir?
Adanya wacana pemblokiran langsung mendapat respon buruk dari masyarakat. Masyarakat merasa akan sangat dirugikan jika pemblokiran tersebut benar-benar dilakukan, mengingat sebagian besar masyarakat menggunakan platform media sosial untuk pekerjaan dan aktivitas lain.
Dedy Permadi menjelaskan bahwa pemblokiran tidak akan langsung dilakukan begitu saja. Kominfo akan melakukan pengecekan dan identifikasi terlebih dahulu.
“Setelah melakukan identifikasi, maka kominfo akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang menjadi pengampu sektor tersebut,” kata Dedy.
Platform financial technology (fintech) yang masih belum mendaftarkan diri maka Kominfo akan berkoordinasi langsung dengan Otoritas Jasa Keuangan. PSE yang belum mendaftarkan diri seperti platform game, maka Kominfo akan resmi berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Setelah pengecekan dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, Kominfo akan mengkomunikasikan dengan PSE tersebut mengenai alasan belum terdaftar. Jika tidak ada penjelasan yang dapat diterima oleh Kominfo, maka akan dilakukan pemutusan akses.
Dedy juga menjelaskan jika PSE belum mendaftarkan diri dan terlanjur diblokir, pemutusan akses platform PSE tersebut bisa dinormalkan kembali. Namun PSE harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

Protes Warganet untuk Kominfo
Berbagai bentuk protes dan penolakan mengenai pemblokiran platform oleh warganet semakin banyak. Bukan hanya bualan belaka, tak sedikit yang memaparkan ulasan bahwa keputusan Kominfo merupakan kesalahan besar dan harus dihentikan.
Warganet sangat menyayangkan apabila PSE besar seperti Google harus diblokir. Mengingat Google sudah menjadi backbone hampir semua platform dan aplikasi baik android maupun iOS. Jika Google diblokir sama saja membunuh aplikasi lain yang terkoneksi langsung dengan layanan Google.
Meskipun banyak aplikasi yang sudah terdaftar di PSE Kominfo, namun sebagian besar aplikasi tersebut terhubung dengan layanan Google, tentunya jika pemblokiran dilakukan akan banyak aplikasi yang terganggu.
Pasalnya WhatsApp yang merupakan platform pesan utama di Indonesia pun akan diblokir, padahal banyak aktivitas pelayanan pemerintahan yang dilakukan melalui WhatsApp.
Selain itu, warganet semakin dibuat geram dengan kelakuan Kominfo. Saat ramainya pemberitaan pemblokiran PSE, Kominfo justru aktif membuat postingan di platform Twitter. Sedangkan Twitter masuk ke dalam daftar PSE yang belum terdaftar dan terancam diblokir.
Warganet pun berbondong-bondong menyerang akun Twitter Kominfo dengan berbagai komentar protes dan tidak sedikit yang memaki-maki.
Teguh Arianto melalui utasan Twitternya dalam akun @secgron menjelaskan kemungkinan alasan mengapa platform besar seperti Twitter, Google, dan Meta (FB, IG, WA) belum mendaftarkan diri ke PSE Kominfo. Apabila platform tersebut mendaftarkan diri maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri dan privasi pengguna akan terancam.
“Coba pikir kenapa sampai sekarang Twitter, Google dan Meta (FB, IG, WA) masih belum mendaftarkan platform mereka ke PSE @kemkominfo? Jika platform ini ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri & privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam.” Utasnya.
Hal ini karena Peraturan Pemerintah Kominfo nomor 10 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Kominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat terdapat pasal yang bermasalah. Pasal tersebut dianggap terlalu berbahaya dan kurang rinci, sehingga dapat merugikan banyak pihak. Salah satu pasal yang dibuat pun dianggap dapat membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Bentuk protes pun dilakukan warganet dalam bentuk petisi. Sudah banyak yang menandatangani petisi tersebut sebagai bentuk penolakan aturan Kominfo tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.